Pendampingan Strategi Bisnis FBI Applicable
Formula Bisnis Indonesia (FBI) melihat bahwa jasa pendampingan untuk memulai strategi bisnis, atau meningkatkan kinerja perusahaan supaya lebih menguntungkan masih sangat relevan di berbagai kegiatan bisnis di Indonesia. Jasa pendampingan ala FBI adalah dengan mengembangkan berbagai materi yang applicable (bisa diterapkan). Pendampingan atau coaching oleh seorang pendamping/pelatih atau coach berbeda dengan kegiatan seperti seminar atau workshop (lokakarya) bisnis. “Di Jakarta dan beberapa kota besar, banyak sekali orang menyelenggarakan seminar, lokakarya bisnis.Tetapi jasa pendampingan masih tidak banyak,” Gendro Salim, CEO FBI mengatakan kepada Harian Nusantara (25/3) di Jakarta.
Konsultan sudah punya pakem (aturan), tetapi belum tentu berhasil mencari genetika kinerja perusahaan. Sementara di Indonesia, masih banyak perusahaan yang konvensional. Perusahaan tersebut masih dikendalikan oleh generasi tua, dan masih sulit menerima modernisasi.Misalkan masalah pembukuan, atau penanganan utang/piutang perusahaan masih sangat mengandalkan kepercayaan. Sementara cara modern, kadang tidak selalu selaras dengan cara konservatif tersebut. “Kami tidak bisa memaksakan satu pakem dengan cara tradisional. Sebaliknya, kami harus kompromi, elegan mengadakan pendekatan dengan pemilik perusahaan. Setelah itu, kalau ada kecocokan, kami mulai mendampingi management untuk memodernisasi perusahaan.”
FBI kerap berhasil memberi coaching (pelatihan, pendampingan) strategi bisnis berbagai perusahaan di Indonesia melihat perlunya sikap kompromi terhadap usahawan/pebisnis keturunan Tionghoa, yang sudah memasuki generasi tua.Sehingga ketika pemilik perusahaan yang mau mengalihkan perusahaan ke anak-anaknya, coaching harus elegan.
Pemilik perusahaan masih menjaga berbagai rahasia perusahaan, termasuk berbagai angka omzet, aset, piutang perusahaan. Karena angka-angka tersebut yang dianggap rahasia tidak mustahil kalau dimanfaatkan oleh supplier atau pesaing. Sehingga kepentingan bisnis harus dijaga, termasuk tidak membeberkan berbagai angka, data perusahaan. “Sehingga saya perlu mengadakan pendekatan pribadi, seperti edukasi. Saya kasih gambaran terlebih dahulu. Sehingga pada pebisnis, minimal ketia dia datang, bisa melihat kondisi perusahaan seperti apa. Client saya tidak perlu buka pembukuan, tapi saya hanya ngintip dulu. Mungkin dia jodoh dengan saya, dan cocok. Sehingga kami baru bisa memberi pendampingan untuk strategi memodernisasi perusahaannya.”
Pengalaman FBI terhadap beberapa perusahaan orang Tionghoa yang masih konservatif bukan pertama kalinya. Karena 90 persen client FBI adalah pemilik perusahaan orang-orang Tionghoa di beberapa kota besar di Indonesia, terutama Jakarta, Surabaya, Yogyakarta. “Ada 18 client saya di Jakarta, hanya satu yang non-Chinese di Jakarta. Kalau di Bali saya punya dua client, satu Chinese, satunya lagi orang asli Bali.”
Ketika pemilik perusahaan akan mengalihkan kepada anaknya, sering kali muncul berbagai pertimbangan dan ketidak-cocokan pola berbisnisnya.Para orang tua sering melihat bahwa anak-anaknya bisa mendapat pendidikan tinggi berkat uang hasil jerih payah pengelolaan perusahaan. Tetapi si anak melihat bahwa ia perlu menerapkan ilmu pengetahuan bisnisnya di perusahaan. Cara konservatif orang tua dan cara modern anaknya sering kali mengalami benturan. Akibatnya, banyak anak-anaknya yang memilih bekerja di perusahaan orang lain. Sementara orang tua terpaksa harus mempekerjakan orang lain di perusahaannya. “Si anak juga tidak bisa memaksakan cara modern pada perusahaan orang tua. Tapi yang baik adalah, coach mengubah persepsi orang tua. Bahwa si anak tidak akan mengubah aturan bisnis, melainkan ‘menambah’. Konsep ‘penambahan’ yang mungkin orang tuanya berpikir, bahwa aset dan omset perusahaan tidak akan beresiko rugi.”
Coaching tahap pertama, yaitu tahap start up (awal). Tahap selanjutnya yaitu restrukturisasi, recovery, dan ekspansi. Tahap start up, ketika orang baru mulai terutama pada perusahaan milik orang Tionghoa di Indonesia, masih sering terjadi perbedaan mindset antara orang tua dengan anaknya sebagai penerus. Karena mindset orang-orang tua keturunan Tionghoa yang sukses berbisnis, tidak selalu bisa menurunkan kepada anak-anaknya sebagai penerus. Sehingga ketika FBI mengadakan survey di Universitas Bina Nusantara, ternyata ada ketimpangan antara mindset orang tua dengan anak-anaknya. Sebagian besar anak-anaknya mengacu pada ilmu bisnis yang diperoleh dari bangku kuliah.Tetapi hal tersebut tidak selalu applicable. Sementara orang tua yang konservatif, tidak modern tidak selalu bisa menerima hal-hal modern, seperti komputerisasai dan lain sebagainya. “Sehingga beberapa kali, peran coach yang harus bisa menjembatani komunikasi antara apa yang diingini orang tua sebagai pemilik perusahaan dengan kemauan anaknya. Sering terjadi benturan. Hal-hal seperti ini yang tidak bisa ditangani oleh konsultan, yang kadang hanya membawa pakemnya sendiri untuk memberi strategi bisnis perusahaan.”